Kitabyang harus kita yakini kebanarannya adalah taurot,zabur, injil dan Al Quran. 4. Iman kepada rosul-rosul ALLAH : meyakini dengan sebenar-benarnya yakin bahwa ALLAH telah turunkan 124.000 nabi dan rasul di dunia ini, dan minimal mengatahui 25 nabi dan rasul termasuk Rasulullah Muhammad SAW. 5. Agama Iman dan Tuhan. Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona. Dalam tulisan ini penulis akan mengulas beberapa pertanyaan yang menurut penulis penting untuk di lihat dan dipahami, karena menyangkut iman, keimanan, taqwa dan kemunduran berfikir bagi yang beragama, agama dan Tuhan. Pada kesempatan ini penulis juga ingin sedikit Banyakumat memberi pertanyaan tentang taqwa. Guru agama memberi definisi sederhana. Yaitu melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini terambil dari Hadits. " jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian" (Hadits Bukhari 6744). JawabanTerhadap Pertanyaan Orang Atheis: "Apakah Allah Mampu Menciptakan Batu Yang Dia sendiri Tidak Mampu Untuk Mengangkatnya ?" Iman Kepada Allah Merupakan Nikmat Yang Paling Besar 09-08-2014 Iman Kepada Allah 174500 03-02-2014 Tidak Beriman Kepada Allah dan Memiliki Syubhat Tentang Permulaan Penciptaan Serta Hukuman Terhadap Jawaban Memang idak diragukan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, اَلتَّقْوَى هَهُنَا. " Taqwa itu ada di sini, " (HR. Muslim no.2564 dalam Kitabul Birri wash Shilah ). Maksudnya di dalam hati. Seseorang yang hatinya bertakwa maka anggota badannya juga bertakwa kepada Allah. Akan tetapi, hal ini bukan etogg. Para pembaca yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan Khutbah Jumat Iman dan Takwa, Kunci Semua Keadaan . Selamat membaca. Iman dan Takwa, Kunci Semua Keadaan اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون, اتقو الله حق تقاته ولاتموتن ألا وأنتم مسلمون. وقد قال الله تعالى فى القرأن الكريم وَإِن تَصبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِن عَزمِ ٱلأُمُورِ Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah. Marilah kita senantiasa mensyukuri nikmat Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita yang tiada henti. Mulai dari kita bangun pagi sampai kita tidur lagi, nikmat Allah tiada putus. Jika kita mensyukuri nikmat Allah, maka akan mudah bagi kita untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, mumpung kita masih diberi nikmat Allah yang berupa kesehatan, di siang hari ini marilah kita pergunakan untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan beribadah kepadaNya. Jangan kita menunggu ujian ataupun cobaan dari Allah untuk menjadi hamba yang taat. Hadirin Jamaah Jum’at yang berbahagia. Dunia bagi seorang muslim, dalam kondisi apa pun, ia dituntut untuk selalu menjadi hamba yang berbahagia. Dunia yang ia yakini hanya sementara, tempat diuji dan dicoba, tempat berjuang untuk meraih janji dari Allah Tuhan yang Maha Pencipta . Sehingga ia sadar, bahwa dirinya harus tegar, tabah dengan segala cobaan, selalu berharap ia menjadi pemenang dalam setiap kesempatan, untuk menjadi bagian dari seorang yang akan diberikan balasan baik dari apa yang telah diusahakan. Inilah kunci keberhasilan, keyakinan dan kesadaran akan arti kehidupan. Bila tidak peduli dan tidak mengetahui, dengan hakikat dunia bagi kehidupan manusia, yang terjadi adalah kebingungan dan ambigu dalam menghadapi ujian yang berkepanjangan, tidak tahu ke mana arah yang dituju, tidak menentu apa yang harus dilaku. Semua terasa sebagai bencana dan kesengsaraan yang tiada pernah berujung. Tiada hari kecuali air mata dan jeritan hidup yang tidak pernah selesai. Itulah suasana kehidupan yang dialami oleh orang yang tidak beriman dan jauh dari ketakwaan. Beriman dan Takwa dalam beragama… itulah kunci dari semuanya keadaan. Iman, keyakinan dan kedekatan yang kuat akan mempengaruhi semua keadaan. Iman yang akan mengubah semuanya menjadi mudah, iman yang menjadikan dirinya tegar dan tabah, iman yang mengubah suasana dari kesedihan menjadi kebahagiaan, dari tangisan menjadi keceriaan. Selalu berusaha menebar senyum kemenangan dalam setiap kesulitan, selalu berharap pahala dari setiap linangan air mata yang membasahi pipi.. berusaha optimis dan yakin Allah memberikan jalan keluar dalam setiap cobaan. Andai, Allah memberikan seluruh detik dari waktu kehidupannya, seluruhnya darah dan air mata, sampai akhir kehidupannya mengira kesengsaraan terus menempel pada setiap tarikan nafasnya.. sampai ajal menjemputnya. Orang yang beriman akan selalu tersenyum, sangat yakin bahwa hidup manusia adalah perjuangan, hanya Allah dan janji surgaNya yang selalu ia harapkan. Inilah tujuan dari kehidupan manusia. Seluruhnya adalah ibadah, seluruhnya adalah cobaan, baik ataupun buruh, suka ataupun duka, seluruhnya adalah ujian, segalanya ada pahala , tidak akan di dapat kecuali ada keimanan yang menghujam hatinya. Lihatlah apa yang telah disabdakan oleh nabi Kita, beliau membisikkan di dalam telinga kita dengan nasihat indahnya عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” HR. Muslim, no. 2999 Sehingga, jika seseorang benar dalam keimanan, seperti apa yang di ucap dengan lisannya, maka segala urusannya merupakan kebaikan. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan ketika susah, ia bersabar. Para hamba yang berbahagia, Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga menyatakan, bahwa sabar dan Takwa adalah kunci kebahagiaan, sebagaimana firmanNya يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga di perbatasan negerimu dan bertakwalah kepada Allâh supaya kamu beruntung.” Ali Imran/3200 Sadar, bahwa dunia adalah tempat ujian, tidak ada satu jiwa pun kecuali akan diuji, kesulitan hidup jauh lebih tidak berarti dari pada siksa jahanam yang tiada kan bisa di tahan. Allâh Azza wa Jalla berfirman وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” Al-Baqarah/2 155 الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ “Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn Sesungguhnya kami milik Allâh dan kepada-Nyalah kami kembali’. Mereka itulah yang memperoleh shalawat dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itu¬lah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Al-Baqarah/2156-157 Sadarlah kawan.. kesulitan hari ini tidak akan berarti, jangan sampai jeritan hidup ini akan berlanjut lagi.. menyiksa diri kita pada kehidupan di akhirat nanti, Jangan sampai kita korbankan kehidupan abadi di akhirat dengan singkatnya kehidupan dunia yang tidak seberapa.. Mendekatlah, untuk menguatkan hati dan iman ini, jadikan islam dan iman sebagai pegangan dalam kehidupan dunia ini. Hanya itu, iman, pasrah kepada-Nya, hanya berharap Kepadanya, sabar dengan segala cobaan, merubah setiap keadaan sebagai lahan ibadah dan pahala..insyaallah, akan jadikah hidup kita bahagia, walau manusia mengira kita paling pilunya dalam menjalani kehidupan.. padahal kita adalah paling bahagianya manusia, karena surga menanti kita.. kerinduan untuk menatap wajah Allah di akhirat nanti. وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُور “Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” QS. Ali-Imron186 Semoga Allah jadikan kita bagian dari hamba yang beriman dan bertakwa kepadaNya. بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم، ونفعنى وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم بتلاوته إنه هو السميع العليم، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم Khutbah kedua اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، Para hamba Allah yang berbahagia, pada khotbah yang kedua ini, sebelum kita menutup dengan doa dan munajat kepadaNya.. kami ingatkan kembali.. bahwa dunia bukan segalanya, dunia hanya sementara, tujuan kita hanya beribadah kepada Allah, sebagaimana yang Allah katakan untuk menjelaskan hakikat dan arti dalam kehidupan ini, firman Allah ta’ala وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Az-Zariyat 51 Ayat 56 Karenanya, Jadikan iman sebagai pegangan, apa yang kita rasakan sekarang, mencerminkan besar kecilnya atau baik buruknya keimanan dan ketakwaan kita. Bila diri ini banyak berkeluh kesah, merasa menderita dan tidak bahagia, merasa semua kehidupan di penuhi dengan amarah dan keputusasaan, menunjukkan bahwa iman kita lemah, atau bahkan perlahan hilang, sirna entah ke mana. Namun, bila kita merasakan, di balik jeritan dan linangan air mata kehidupan kita, senyum kita masih mengembang, harapan ke depan masih terasa besar, setiap cobaan yang terjadi selalu terhiasi dengan prasangka baik kepada Allah yang Maha Penguasa, selalu merasa bahwa Allah selalu cinta kepada kita dengan setiap cobaan yang terus mendera. Menganggap, semua kesulitan ini , mengira bahwa Allah ingin kita selalu mendekat dan bersimpah kepada-Nya, selalu mengandalkan dan menyerahkan diri secara total hanya kepada Allah dalam setiap keadaan. Benar benar menjadikan semua kehidupan dunia ini sebagai media untuk mendapatkan kehidupan selanjutnya. Yakinlah, bahwa fenomena yang di rasa ini, menunjukkan bahwa masih ada iman di dalam diri kita, menjadikan iman yang kuat sebagai sinyal untuk selalu melahirkan perjuangan dalam meniti kehidupan dan pengabdian kepada Allah ta’ala. Sekali lagi.. solusi utama dan tiada jalan lain.. adalah hanya dengan cara selalu mendekat kepada-Nya, terus belajar dan membaguskan perilaku ibadah kita dengan ilmu agama, untuk selalu menyadarkan bahwa hidup ini hanya sementara, sangat singkat, berpacu dengan waktu dan tekad, untuk menuju kematian yang semakin dekat. Selalu berharap Allah memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua untuk mewujudkan apa yang kita cita citakan, serta bersama berdoa semoga Allah mengumpulkan kita semua, bersama keluarga dan sahabat sahabat kita, beserta seluruh kaum muslimin di dalam surgaNya nanti. Aamiin ya robbal aalamin. فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آل مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آل إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمُ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَيَا غَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ ربنا آتنا فى الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عباد الله، إنّ الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون فاذكر الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسألوه من فضله يعطكم، ولذكر الله أكبر. Disusun oleh Ustadz Ustadz Mu’tashim Lc., حفظه الله Kamis, 18 Rabiul Akhir 1442 H/ 03 Desember 2020 M Ustadz Mu’tashim Lc., Dewan konsultasi Bimbingan Islam BIAS, alumus Universitas Islam Madinah kuliah Syariah dan MEDIU Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Mu’tashim Lc., حفظه الله klik disini SAAT berusia tujuh tahun, Susan mulai mempertanyakan Allah ketika Al, temannya yang berumur sembilan tahun, dirawat di rumah sakit karena polio dan harus hidup dengan paru-paru besi. Dia menulis pengalamannya di majalah The New York Times 6 Januari 2013. Setelah menjenguk Al di rumah sakit, Susan bertanya kepada mamanya, ”Mengapa Allah melakukan itu kepada anak kecil?” Mamanya menjawab, ”Pendeta akan berkata bahwa Allah pasti punya alasan, tapi mama tidak tahu apa alasan-Nya.” Dua tahun kemudian, pada tahun 1954, Jonas Salk menemukan vaksin polio dan mamanya Susan berpikir bahwa Allah mungkin membantu penelitiannya. Susan menjawab, ”Allah seharusnya membantu para dokter itu dari dulu jadi Al tidak perlu hidup dengan paru-paru besi.” Susan menyimpulkan kisah masa kecilnya dengan menulis, ”Al meninggal delapan tahun kemudian dan saya sudah menjadi ateis.” Seperti Susan, banyak orang yang mengalami atau melihat musibah tidak bisa menemukan jawaban yang memuaskan dari pertanyaan mereka tentang Allah. Beberapa menjadi ateis, yang lain mungkin tidak sepenuhnya menyangkal adanya Allah, tapi mereka menjadi kurang percaya. Orang ateis dan yang kurang percaya itu bukannya tidak tahu agama. Justru, pengalaman mereka dengan agama yang sering membuat mereka kehilangan iman akan Allah. Mereka merasa agama pada umumnya gagal menjawab pertanyaan penting tentang kehidupan. Sayangnya, pertanyaan itu juga sering diajukan oleh orang yang mengaku beriman. Perhatikan tiga pertanyaan yang banyak orang ingin tanyakan kepada Allah, dan bagaimana Alkitab menjawabnya. 1 ”MENGAPA ENGKAU MEMBIARKAN PENDERITAAN?” Mengapa bertanya hal ini? Banyak orang berkata, ’Allah yang pengasih akan mencegah terjadinya musibah.’ PIKIRKANLAH Kita mungkin heran dan bahkan kaget melihat kebiasaan orang dari kebudayaan lain. Kita bisa dengan mudah salah paham karena tindakan mereka. Contohnya, di sebuah kebudayaan, kontak mata dianggap sebagai tanda ketulusan, tapi kebudayaan lain menganggap itu tidak sopan. Namun, tidak ada yang salah dari kedua kebudayaan itu. Kita hanya perlu lebih mengenal mereka. Bisakah orang juga salah paham dengan Allah? Banyak yang percaya bahwa adanya penderitaan membuktikan bahwa Allah tidak ada. Namun, orang yang mengerti mengapa Allah membiarkan penderitaan yakin bahwa Allah memang ada. APA KATA ALKITAB Cara Allah berpikir dan bertindak berbeda dengan kita. Yesaya 558, 9 Oleh karena itu, alasan Dia menunggu sebelum bertindak mungkin awalnya aneh bagi kita. Tapi, Alkitab tidak ingin kita menerima perkataan kosong seperti, ”Cara Allah bertindak adalah sebuah misteri.” Sebaliknya, Alkitab menganjurkan kita untuk belajar lebih banyak tentang Allah agar kita memahami alasan dan kapan Dia bertindak. * Kita bahkan bisa mendekat kepada-Nya.—Yakobus 48. 2 ”MENGAPA BANYAK KEMUNAFIKAN DALAM AGAMA?” Mengapa bertanya hal ini? Beberapa berpikir, ’Jika Allah menghargai ketulusan, tidak akan ada banyak tipu daya di antara orang-orang yang mengaku menyembah-Nya.’ PIKIRKANLAH Bayangkan seorang anak yang menolak didikan baik dari ayahnya dan meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan yang bejat. Meski ayahnya tidak setuju, dia membiarkan anaknya memilih hal itu. Patutkah orang lain yang bertemu anak itu menyimpulkan bahwa dia mempunyai ayah yang buruk, atau bahkan tidak punya ayah sama sekali? Tentu tidak! Begitu juga, kemunafikan dalam agama hanya membuktikan bahwa Allah membiarkan manusia memilih jalan hidupnya sendiri. APA KATA ALKITAB Allah membenci kemunafikan dalam agama. Yeremia 729-31; 3235 Tapi, Dia juga mengizinkan manusia untuk membuat keputusannya sendiri. Banyak yang mengaku percaya kepada Allah memilih untuk mengikuti ajaran agama dan standar moral yang mereka buat sendiri.—Matius 157-9. Sebaliknya, agama yang menyenangkan Allah harus tanpa kemunafikan. * Yesus berkata, ”Dengan inilah semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-muridku, jika kamu mempunyai kasih di antara kamu.” Yohanes 1335 Kasih ini harus ”tanpa kemunafikan”. Roma 129 Banyak agama gagal mengikuti standar itu. Contohnya, selama perang suku di Rwanda pada tahun 1994, puluhan ribu orang yang beragama membantai anggota agama mereka sendiri, hanya karena mereka berbeda suku. Sebaliknya, Saksi-Saksi Yehuwa tidak ikut dalam pembantaian itu, dan banyak dari mereka melindungi rekan seimannya dan orang lain, sekalipun itu mengancam nyawa mereka. Tindakan rela berkorban seperti itu membuktikan bahwa agama bisa bebas dari kemunafikan. 3 ”MENGAPA KITA DICIPTAKAN?” Mengapa bertanya hal ini? Beberapa mungkin bertanya, ’Mengapa manusia hidup hanya selama 80 atau 90 tahun lalu mati? Apa tujuan dari hidup yang singkat ini?’ PIKIRKANLAH Banyak yang tidak percaya kepada Allah tetap mengakui kehebatan, kerumitan, dan keteraturan yang ada di bumi. Mereka merasa bahwa planet kita, planet lainnya, dan bulan telah diatur dengan tepat untuk mendukung kehidupan di bumi. Mereka mengatakan bahwa hukum alam yang mengatur alam semesta itu diatur dengan baik dan sempurna sehingga jika ada sedikit saja perubahan, maka tidak akan ada kehidupan di bumi. APA KATA ALKITAB Meski banyak orang menganggap jangka hidup kita yang singkat sebagai bukti bahwa Allah tidak ada, ciptaan memberikan banyak bukti bahwa Sang Pencipta itu ada. Roma 120 Dia punya tujuan dalam membuat semua ini, dan alasan kita diciptakan berkaitan dengan tujuan-Nya. Allah menciptakan manusia untuk hidup selamanya di bumi, dan Dia tidak melupakan tujuan-Nya.—Mazmur 3711, 29; Yesaya 5511. Kita memang bisa mengetahui bahwa Allah ada dan juga beberapa sifat-Nya melalui ciptaan, tapi Allah tidak ingin kita mengerti tujuan-Nya dengan cara itu. Agar kita bisa mengetahui tujuan Allah dan alasan kita diciptakan, kita harus mendengar penjelasan dari Dia. Allah berbicara kepada kita melalui Alkitab dengan bahasa yang sederhana dan langsung. * Saksi-Saksi Yehuwa mengundang Anda untuk melihat jawabannya di Alkitab. Dalam Islam, ciri orang beriman adalah bertakwa kepada Allah subhaanahu wa ta’alaa. Begitu pula sebaliknya, ciri orang bertakwa adalah memiliki demikian, jelaslah bahwa Iman dan takwa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan. Meskipun begitu, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Berikut adalah beberapa di Berdasarkan PengertianSecara etimologis, kata iman berasal dari kata amina-ya’minu-amman yang diartikan sebagai percaya. Secara istilah, Iman berarti keyakinan yang dibenarkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan dalam Islam merujuk pada rukun iman yang meliputi beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik buruk.“Jibril berkata, “Beritahukanlah padaku tentang iman! Jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-nya, kepada hari kiamat, dan beriman kepada Qadar yang baik serta yang buruk.”HR. MuslimAdapun kata takwa secara etimologis berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang berarti secara terminologis, kata takwa berarti mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala bin Habib rahimahullah mengatakan,“Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”2. Berdasarkan ImplikasiOrang yang beriman memiliki beberapa ciri yaitu tawakal, mawas diri, bersikap ilmiah, optimis, konsisten, menepati janji, dan tidak ciri-ciri orang bertakwa di antaranya adalah menjauhi maksiat, rajin beramal shaleh, puasa, selalu menepati janji, mempersiapkan bekal untuk hari akhir, dan rajin Berdasarkan DampakDampak keimanan bagi seseorang salah satunya adalah ikhlas dalam beribadah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan,Dari Abu Umamah Al-Bahiliy, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu bertanya, “Bagaimanakah pendapat engkau apabila ada seorang laki-laki berperang untuk mencari pahala dan nama? Lalu apa yang ia dapat?”. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa”. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mau menerima amal kecuali amal yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan mencari keridhaan-Nya.”HR. Nasa’iAdapun dampak ketakwaan seseorang salah satunya adalah dimudahkan persoalan dan rezekinya. Allah subhaanahu wa ta’alaa berfirman dalam surat At-Thalaq ayat 2-3 sebagai berikut.“… Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya …”QS. At Thalaq 2-3 Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Dalam tulisan ini penulis akan mengulas beberapa pertanyaan yang menurut penulis penting untuk di lihat dan dipahami, karena menyangkut iman, keimanan, taqwa dan kemunduran berfikir bagi yang beragama, agama dan Tuhan. Pada kesempatan ini penulis juga ingin sedikit mengulas beberapa pandangan penulis dari beberapa pemahaman dengan pendekatan agama dalam kehidupan sosial yang secara langsung bersentuhan dengan pola fikir masyarakat di jaman modern ini. Perbedaan paham dalam agama sekalipun sering menimbulkan konflikyang berakibat pada penurunan ketaqwaan seseorang dalam melihat keberadaan Tuhan yang menurut banyak kalangan Tuhan itu milik semua agama dan Tuhan itu pendapat tentang agama, iman dan Tuhan sering kali menjadi ulasan menarik dan sering menonjok para pemeluknya. Bagi sebagian orang memang dalam tahapan pencarian tuhan dalam diri mereka adalah sebuah proses yang tidak langsung ditemukan atau sudah ada bahwa saya beriman, tuhanku ini/ itu. Penulis ingin melihat kembali esensi keberadaan agama dalam diri yang mungkin sebagaian orang berfikir tentang agamanya ataupun ketidak pedulian persoalan agama yang ada atau dianutnya, menurut saya ini penting hanya bagi yang berfikir. Agama, dalam kehidupan sosial kita agama merupakan hal yang sacral dan dianggap sebagai bentuk identitas seseorang, sebagai ciri khas Individu maupun kelompok tertentu. Identitas tersebut menjadi rancu ketika persoalan agama dijadikan sebuah identitas unggul masing – masing sehingga banyak menimbulkan konflik dan kesenjangan dalam hubungan sosial bermasyarakat. Di Indonesia sendiri yang dikenal dengan negara multikultur serta multireligion memberikan pandangan bagi sebagian pemeluk agama yang konotasi ekstrim sebagai tantangan untuk mengakkan syariat ataupun pemahan tentang agamanya sendiri namun hal itu justru terbalik dan terlihat seolah ada sisi egoisme yang membentuk di fikiran masyarakat secara luas bahwa agam ini/ itu adalah buruk. sebenarnya jika dapat melihat lebih jauh esensi dari agama itu sendiri merupakan nili “value” yang terdapat dalam agama, setiap agama memiliki nilai yang sama artiinya bersifat universal seprti Islam agama yang penuh kasih sayang, kedamaian dan menolak kekerasan, namun hal ini juga diusung oleh agama Kristian sebagai agama kasih, kedamaian begitu juga dengan Budha dll. melihat esensi value tersebut secara jelas bahwa agama mengajarkan nilai kemanusian yang universal, namun dalam entitas yang multi sering dipakai dan ditunggangi oleh beberapa kelompok atau individu yang tak bertanggung jawab untuk menunjukkan keegoisan dalam bersosial dan beragama. Prinsip empati hingga toleransi dalam bersosial dan beragama di Indonesia demikian mengakar bahwa sesungguhnya nilai yang dibawa agama kedalam kehidupan bersosial adalah kedamaian dan kasih saying namun hal ini seakan saling menabarkankkan masing – masing kepentingan untuk menegakkan ajaranya. Egoisme dengan menggunakan label agama dinilai sebagai bentuk ekspresi bahwa ajaran agamanya benar sendiri dan harus diikuti oleh semua orang agar mempercayai ajaran agamanya dan hal ini banyak dijumpai secara terang – terangan maupun sembunyi di dalam interaksi sosial, youtube, Tv dl yang banyak mempertontonkan fenomena tersebut secara gambling dan sedikit orang yang paham. Namun dilain sisi egoisme agama terselip pesan bahwa kebenaran agama saya absolute. Menelaah dari apa yang penulis utarakan yang menjadi pertanyaan besar adalah, dan ini juga menjadi pemikiran penulis bahwa pertanyaan ini menjadi usaha untuk mempertanyakan pada diri sendiri dan mampu memikirkan mereka secara individu untuk berfikir tentng agamanya dan Tuhanya, yaitu pertanyaan yang pertama adalah Kenapa percaya Tuhan sedangankan Tuhan tidak terlihat, darimana anda percaya, dan darimana membuktikan bahwa Tuhan itu suci?, pertanyaan ini penulis dapatkan langsung dari teman yang lain agama, dan menurut saya pertanyaan ini menantang, sedikti ber-Theologis, berfilsafat untuk menjawab pertanyaan ini. Mungkin bagi kebanyakan orang ataupun sedikit sulit untuk menjelaskan. Berikut jawaban penulis untuk menjawab pertanyaan tersebut, boleh tidak setuju ataupun tidak tapi tidka perlu diperdebatkan dengan yang berlianan ataupun yang sesame cukup diperdebatkan dalam diri sendiri dengan agama dan keyakinan keimanan dan ketaqwaan masing – percaya Tuhan sedangankan Tuhan tidak terlihat, darimana anda percaya, dan darimana membuktikan bahwa Tuhan itu suci? Jika berbicara tentang ketuhanan dalam diri sampai saat ini penulis masih mempelajari dan mencari, keberadaan tuhan ada dan tidaknya patutnya dipertnyakan pada diri masing – masing artinya pertanyaan tersebut tentu berbeda dengan pandangan orang lain namun yang menjadi penekanan penulis sebagai pemeluk agama Islam yang diyakini penuh bahwa tuhan ada ditiap diri masing – masing Tuhan hadir dan selalu hadir bahkan sedih maupun senang. Penjelasan keberadaan Tuhan dapat menjadi kebingungan tersendiri bagaimana tuhan ada dan diaya ada dimana? Sesungguhnya pertanyaan ini bagi orang beriman dalm Islam tidak perlu dipertanyakan karena Tuhan dalam Islam tidak dapat diserupakan dan menyerupai seperti agama diluar Islam yang menuntut kepercayaan atas keberadaan Tuha agar percaya. Islam menjelasan keberadaan Tuhan bersumber dari keyakinan atas diri masing – masing melalui Wahyu/ sabda Nabi yang diturunkan langsung ke Nabi Muhammad SAW sebagi pencerah umatnya, kemudian kebenaran Al-Quran yang secara langsung dijaga keaslian atas isi yang secara jelas dijbarkan bahwa ALLAH menjaganya, maka dari itu kitab suci Al-Quran tetap pada isis yang sebenarnya dari Nabi Turun hingga sekarang. Kemudian Tuhan sellau hadir dala diri manusia yaitu lewat rasa, kasih dan sayang “ Arrohman, arrohim” dan sifat – sifat 99 Allah yang lainya yang sifat ini secara langsung ada pada diri masunia, menyayangi, mengasihi, pemberi maaf, pendengar dll. Manusi khsusunya Muslim meyakini sifat itu melekat pada diri manusia tentu dengan akal dan otal mereka dalam berfikir. Kebinguan dan ragu akann timbul dalam diri manusia yang tidak mau berfikir dan mencari kebenaran itu bersumber dari Tuhan. Eksistensi Islam yang dipertanyakan tersebut dapat dirunut lagi melalui persamaan – persamaan tuhan agama yang lain dan hal ini jelas dalam Islam bahwa Tuhan Allah SWT tidak dapat disekutukan, tidka dapat disamakan dengan yang lainya seperti dalam ayat “Lam yaku lahu kufuan ahad” yang artinya tidak ada atupun yang sekufu dengan Tuhan, “Laisa kamislihi syai’un” yang artinya tidak ada satupun yang menyerupai penjelan tersebut masih menjadi pertanyaan lalu Dimana tuhan? Dalam Islam dapat ditelusuri dari surat yang ada di Al- qur’an, al karim surat Al-Mulk 16-17, kemudian yang jelas dpat dilihat dalam surat Thaha ayat 5 “ yang maha pemurah itu ada diatas Arsy bersemayam” dan surat al-Araf ayat 54 “ sesungguhnya Tuhan kamu adalah ALLAH yang telah menciptakan langit dan bumi lalu bersemayam di atas arsy”. Jadi jelas bahwa Tuhan memang ada bahwkan dalam diri manusia yang atheismpun mengakui tuhan meski dalam lisan tidka percaya yaitu karena diya berfikir terus menerus tentang tuhanya. Proses berfikir mencari tuhan dengan kebenaranya pun sebetulna menunjukkan bahwa diya paham bahawa Tuhan itu ada seperti dalam surat Al-Hadid ayat 4 “dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada, dan ALLAH maha melihat apa yang kamu kerjakan. Melalui ayat – yat tersebut jelas bahwa fikiran dan akal manusia mencari – mencari kebenaran Tuhanya namun masih belum menemukan jalanya karena kebingunan dalam berfikir. Maka dari itu, bahwa bentuk – bentuk kegoisan dalam diri individu ataupun kelompok tentang keimanan seseorang dalam meyaini tuhan mereka benar atau tidak tergantung mereka mau belajar, mencari apa yang disebut tuhan dalam Al-Quran dijelaskan dalam istilah “Iqra” yang artinya baca, penulis menterjemahkan istilah atau kata tersebut sebagai bentuk ajakn untuk membaca dalam artian luas membaca apapun yang terjadi di dunia ini semata – mata bukan hanya untuk –Al-Quran sebagai tuntunan namun ajakan memca bahwa kehidupan dunia ini adalah milik tuhan Allah. Terlepas dari perdebatan dan pemikiran tersebut sebetulnya bagi pemilik akal dan fikiran yang seat menurut penulis adalah tidak bisa mencari tuhan dengan akal dan fikiran manusia karena tuhan maha suci tidak dapat dicapai dengan akal manusia!. Tidak sampai akal dan fikiran manusia untuk memikirkan Tuhanya. Kenapa ada agama? Lalu apakah Tuhan beragama? Pertanyaan ini dapat memutar otak kita bagi sebagaian orang yang mencari dan belajar agama, namun penulis menjelaskan kembali esensi agama dengan merunut pada pemahamann Dr. Th. Khobong bahwa agaman sumber hidup manusia dalam relasi tiga dimensi yakni hubungan antara manusia dan penciptanya, dengan manusia sesamanya dan seluruh ciptaanya “Tuhan” hematnya adalah kenapa agama ada karena agama sebagai penghubung antara diri manusia dengan penciptanya dan manusia sesama dan mengilhami seluruh ciptaanya Tuha. Lalu kemudian fungsi agama apa? Agama digunakan manusia sebagai pedoman dalam kehidupanya didunia kejalan yang benar. Ketiga relasi yang saling berkaitan tersebut menjadi tanda bahwa dalam kehidupan semesta ini tidak ada yang hidup sendiri melainkan ada sumber dan saling berhubungan selain itu tujuan dan fungsi agama sebagai pentujuk untuk menapaki jalan yang benar tidak semena – mena dalam menjalani kehidupan di dunia, karena sifat manusia yang serakah dapat menjadi kerusakan dan saling menyakiti di kehidupan dunia ini sehingga pada akhirnya fungsi dan keberadaan agama di perlukan agar tidak saling bertabrakan dalam hal baik akhal maupun moral. Menurut Prof. Dr. H. Jalalludin ada delapan fungsi agama yaitu penyelamat, edukasi, perdamaian, control sosial, memupuk persaudaran, pembaharuan, sumbimatif dan kreatif. Maka dari itu tanpa adanya agama dunia akan kacau Karen manusia akan semau kehendak merek sendiri Karena manusia bernafsu jika tidak dikendalikan oleh agama akan menciptakan kerusakan dibumi. Jelas bahwa agama digunakan untuk mengontrol dalam kehidupan sosil serta hubungan anara manusia dengan tetap, apakah Tuhan beragama?, pertanyaan ini seolah menjadi pertanyaan yang membingungkan ketika agama ditunjukkan dengan fenomena nafsu dan egoisme yang dimiliki manusia menjadi nomor satu untuk membenarkan ajaranya “semua agama”, kelompok agama radikal, sering melakukan kekerasan terhadap pihak – pihak yang non- agama atau agama lain dan menyakiti manusia lain. Tidak heran bahwa semua agama mempunyai persoalan yang sama namun ada yang diekspose terlalu dan ada yang tidak terlihat, namun kali ini memfokuskan bahwa ajaran yang dibawa agama turun dari Tuhan, lalu apakah Tuhan beragama karena semua mengangap Tuhan untuk semua agama, Kebingungan keraguan muncul dan menyerang keimanan seseorang dengan pertanyaan ini sehingga sering iman seseorang jatuh karena proses berfikir kembali atas retorika yang dibangun. Penulis jelaskan bahwa Tuhan tentu tidak beragama karena ketika Tuhan beragama, timbul pertanyaan Tuhan agamanya apa? Seolah ketika kembali pada pemahaman bahwa tuhan itu milik semua agama, yang kemudian mudah bagi manusia untuk mengklaim kebenaran atas tuhanya, mengklaim semua agama benar. Dalam pemahan penulis bahwa kliam atas kebenaran agama oleh individu atau kelompok mungkin benar karena kepercayaan masing – masing yang dipahami karena Tuhanya. Lalu jika Tuhan tidak beragama boleh kita meyakini bahwa semua agama itu benar? Karena Tuhan tidak beragama!. Kemudian kenapa harus meyakini agama ketika tuhan tidak beragama? Retorika seperti ini menjerumuskan eksistensi agama, iman dan Tuhan yang sesungguhnya. Retorika menyamakan Tuhan untuk agama merupakan istilah Pluralisme yang dibenarkan melalui konsep dari John Hick bahwa ada pergeseran pemahaman “religion centredness to god centredness” yang artinya bahwa esensi yang terkonsentrasi pada nilai agama kepada ketuhanan sehingga dalam konteks dinamika multireligion seperti Indonesia sering terpatok pada pluralism padahal berbeda menurut menurut Prof. Naquib Al- Attas bahwa esensi dari agama menurutnya harus memahami kata diin yang artinya keberhutangan atau hutang, hutang pada siapa? Pada maha pencipta, bagi orang yang tidak merasa mempunyai hutang kepada penciptanya maka tidak ada paksaan untuk menjalankan ajaran agamanya. Pergeseran dalam konsep Pluralisme John Hick seolah memukul rata bahwa Tuhan kita sama, semua agama sama dan ini menjadi dorongan untuk meruntuhkan keimanan seseorang atas ajaran yang seharusnya penuhi sebagai hamba Tuhan Allah SWT. 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya Di bulan Ramadhan umat muslim beramai-ramai menjalankan ibadah puasa guna menuju kemenangan lahir dan batin. Puasa juga dalam rangka meningkatkan iman dan taqwa. Iman berarti memiliki kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan taqwa berarti menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah yang menjadi pokok bahasan dalam kegiatan ngabuburit rutin selama Bulan Ramadhan yang dibungkus dengan nama Kajian Special Senja oleh Takmir Masjid Ulil Albab Universtas Islam Indonesia UII. Dengan topik Ramadhan Al-Qur’an dan Ketaqwaan’ pada Kamis menjelang maghrib 9/5, acara ini menghadirkan Ustadz Nizam Zulfikar, sebagai pembicara. Dalam ceramahnya, Nizam menyampaikan bahwa orang yang bertaqwa adalah pemenang, dalam konteks ini, menuntaskan ibadah puasa di Bulan Ramadhan. Ia kemudian mengutip surah Ali Imran ayat 133 yang artinya “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. Mengacu pada ayat tersebut, Nizam lalu memberikan analogi kolak pisang’. “Kalau diibaratkan, ketika kita menyantap kolak pisang di kali pertama kita menyantapnya, namun boleh jadi rasanya akan berbeda jika itu sudah santapan ke sepuluh, walaupun itu kolak pisang yang sama”, jelas Nizam. Ia melanjutkan bahwa surga akan selalu terasa seperti “santapan pertama” di kala menyantap kolak pisang tersebut, ditambah lagi yang luasnya seluas langit dan bumi. Adapun ciri-ciri orang yang bertaqwa yang dijelaskan Nizam adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, beriman pada yang ghoib, mendirikan sholat, beriman terhadap apa yang diturunkan oleh Rasulullah SAW, bersedekah baik dalam waktu lapang maupun sempit, menahan amarah, memaafkan orang lain, serta bertaubat kepada Allah ketika hendak bermaksiat. Ia juga mengingatkan bahwa selain bulan pengampunan, bulan Ramadhan juga merupakan ajang untuk melatih emosi dalam membentuk karakter individu. Kemudian Nizam merefleksikan ketaqwaan di Bulan Ramadhan ini melalui pertanyaan, “Apakah kita sudah menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita? Sudahkah kita bersedekah? Mampukah kita memaafkan orang lain? Sejauh mana kita sudah bertaqwa?” IG/ESP

pertanyaan tentang iman dan taqwa